Itu ceritanya gerutuan. Nyam nyam, ga boleh menggerutu, tapi bolehlah sedikit bercerita di blog ini. Karena bercerita itu diharapkan menjadi terapi untuk sang penulis. Itu aja.

Memilih satu dari dua pilihan

Cerita apa yang hendak dituangkan? Cerita bahwa tidak selamanya apa yang kita rencanakan berjalan sesuai rencana. Pada kasus saya..inginnya mah pergi mengasingkan diri sejenak. Tidak lama, hanya dua jam di kala mentari ada, lalu dua jam kala rembulan tiba. Pikiran jelek akan berkata, ya udah sih. Udah semester 10 nih. Masa masih ga boleh juga? Dan itulah yang namanya menyalahkan orang lain. Masih juga dengan rasa sok-sok berjasa karena selama ini udah sering pulang cepat dan ga ikut apa-apa dengan yang lain di kampus... bahkan sekarang pun sulit juga untuk ke kampus!

Namun, terlepas dari masih ingin melakukan hal itu...sisi cerah akan berkata lain. Ayolah Ram. Masih ada yang dapat kamu lakukan kan? Ayo jangan berhenti di sini dunkz. Persiapkan bulan Maret sebagai bulan ujianmu. Ujian apa?

Ujian hidup menuju 36 tahun.
Ujian IELTS.
Ujian Matan Al-Jazari.
Ujian Seminar Hasil.

Ayooooo!

Sisi cerah, atau sisi gelap yang mau dimenangkan nih?
Tak usah menyalahkan orang lain, tapi paculah diri untuk terus maju. Kalau bukan sekarang, kapan lagi Ram?

Semester akhir, artinya adalah saat sidkom maka para pembimbing membuat hitungan mundur kapan saya harus lulus. Saya ditargetkan --pada skenario terburuk-- untuk mendapatkan standar kelulusan pada bulan Juli 2019. Tercatat pula bahwa bulan Juni ujian tertutup, dan Mei ujian terbuka. Sebelumnya, pada April sudah seminar hasil. Tersirat pula, bahwa naskah untuk publikasi baik itu nasional maupun internasional sudah rampung.

Nah, saya inginnya sih Maret udah semnar hasil. Agar lebih cepat gitu. Februari ini selesai naskah dan tulisan untuk disertasinya. Daaan... apa yang terjadi? Bulan ini sudah berada di tanggal 18 namun perkembangannya belum signifikan. Tercekam, berimbas pada emosi yang mudah tersulut. Senggol dikit, ingin mengomel. Sikut dikit, marah jadinya. Hadeuh. Ayo segera dibereskan nih Ram.

Ingat pesan pembimbing untuk lebih gesit dan cepat menuliskan apa yang harus dituliskan.

Sebentar... adik? Sejak kapan adiknya Rama bernama Ikbal? Hahah..bukan adik kandung, tapi dengan Ikbal kerap disebut adik-kakak karena mirip katanya. Baiklah, saya anggap adik aja ya Bal.

112, bukan 212. 1 Desember 2018 pastinya adalah tanggal yang amat berkesan untuk Ikbal. Bagaimana tidak, pada tanggal itu, istrinya tercinta yaitu mendiang almarhumah Rindang Khairani aka Iebon atau Ibon dipanggil Allah Subhanahu wa ta'ala dalam tidurnya. Begitu mendadak, dan meninggalkan keterkejutan bagi semua pihak.

Saya dan istri mendapat kabar itu pada pagi hari, dan kami bergegas untuk berangkat ta'ziyah. Istri amat terlihat shock dan matanya basah. Saya? siap-siap saja dan yang terpikir hanya satu: ingin segera bertemu Ikbal! Ingin menguatkan Ikbal. Tentu saja, setelah sebelumnya mendapat kabar itu, saya langsung mendoakan almarhumah di dalam hati. Memohonkan ampun dan rahmat Allah baginya.

Di dalam perjalanan, berkelebat pelbagai memori mengenai Ikbal nih. Pernah ada masa.. dahulu di Masjid Al-Ghifari, Ikbal menceritakan suatu hal yang begitu membuatnya emosi hingga ia berkaca-kaca. Pada saya, ya, pada saya. Sesungguhnya saya tidak tahu bagaimana kesudahan kisah itu, namun pastinya sekarang sudah bukan masalah ya Bal? ^^

Pernah juga, saat saya sedang memberikan tumpangan di mobil untuk Ikbal, waktu itu ia baru akan menikah. Saya tembak dengan pertanyaan: "Bal, dengan calon teh berarti memang kecenderungan Ikbal kan? Bukan dari biodata yang diberikan untuk Ikbal?" "Iya A". Aaah... pikiran saya melayang ke masa itu...

Pikiran saya juga berkelebat ke masa saat sedang memberi tumpangan ke Ikbal juga (kali ini pakai motor) dan saat itu Ikbal sudah memiliki satu putri. "Bal, rencananya mau punya anak lagi dalam waktu dekat atau gimana Bal?" "Yah, gimana dikasih Allah aja A". Tangkap saya di dalam hati, Ikbal dan almarhumah masih ingin memiliki anak dalam waktu yang tidak terlampau jauh. Dan Allah mengabulkan dengan memberikan putri kedua yang lahir sekitar tiga bulan yang lalu.

Aih, dan akhirnya sampailah kami ke rumah duka. Tempat di mana kami bertemu dengan banyak rekan yang hadir pula ke pernikahan mereka kala itu.. wajah-wajah yang sama, namun dengan suasana yang amat berbeda. Lalu, di manakah Ikbal? Saya tidak langsung bertemu dengannya. Pas ketemu... Ikbal lagi pakai sirwal loh, jarang-jarang lihat Ikbal begitu.

Dan... saat kami bertemu, saya langsung memeluk Ikbal (tapi ga peluk sempurna juga sih, karena sambil menggendong bayi nih 😅). Tadaaaa... alih-alih menguatkan Ikbal, saya malah langsung nangis. Lah, ya Ikbal juga nangis deh. Saya pun meminta maaf, karena bukannya menguatkan tapi malah bikin nangis lagi. Setelah itu Ikbal bertemu dengan rekan yang lain, saya agak melipir agar nggak terlalu nangis lagi etapi malah bersua Sora dan bikin saya nangis lagi deh. Fuuh...

Yah, namun kami diingatkan banget melalui ayat ini:

Setahun hampir berlalu sejak seminar proposal di November 2017. Apa kabar disertasi Rama saat ini? Setelah pengambilan data selesai, kini Rama tercebur pada permainan kata dan jeratan angka serta waktu yang kian membelit. Oh wahai bagian penulisan, banyak hal yang harus dirampungkan nih. Yah...rasanya ingin cepat saja >.<

Tapi, dan ini harus dilalui..bahwa pengerjaan disertasi harus dilakukan sedikit demi sedikit...hingga semua rampung. Ayo Rama, tetap semangat ya...

Tulisan ini dibuat sebagai langkah awal dari perampungan disertasi ini. Malam yang panjang akan dimulai. Setelah ini, saatnya mengetik bagian univariat terlebih dahulu. Apa saja?

1. Uraian tabel deskripsi data awal responden
2. Uraian tiap peubah.

Keterangan gambar: foto ini diambil saat saya sedang diajak Kakak saya (makasih ya Kaak) berwisata ke Taman Safari Indonesia. Akan tetapi, foto saya sendiri tidak ada (padahal saya suka ekspresi yang ini ^^). Jadi wajah yang lain saya edit saja ya. Hhe..

Pernahkah anda melakukan penelitian? Saya pernah. Eh,maksudnya sedang >.< Maksudnya penelitian yang dilakukan dalam rangka tugas akhir ala-ala kuliah gitu ya. Karena kalau penelitian lain sejatinya kita melakukannya juga kok. Misalnya kita sering, secara tidak sadar melakukan penelitian mengenai sikap orang terhadap kita, meneliti mengenai apa saja yang disukai orang dari apa yang kita lakukan.. yah, seperti halnya pada balita belajar hidup. Mereka belajar sikap apa yang pantas untuk dilakukan dan mana yang tidak pantas.

Kala kita melakukan penelitian, pada tahap awal ini yang dilakukan adalah pengambilan data. Seru deh. Banyak suka dukanya kalau mengambil data ke sekolah untuk keperluan penelitian. Saya jadi belajar banyak bahwa...apa yang sudah kita rencanakan memang tidak semuanya akan terlaksana dengan mudah. Misalnya, saat dulu belum mengambil data, terbayang kalau saat kita datang ke sekolah maka pihak sekolah akan memberikan data siswa yang kita butuhkan, lalu kita dapat melakukan pemilihan sampel secara acak. Faktanya? Ahaha...enggak gitu deh. Bisa mengambil sampel sesuai dengan kriteria yang kita butuhkan aja udah bagus banget loh.

Isi kuesioner!

Berinteraksi dengan anak sekolah sebagai responden saya itu rasanya...tua. Eh, iyalah saya dah tua. Di hadapan saya, mereka terlihat begitu penuh energi, menggunakan bahasa yang ringan (kadang tidak saya pahami sih) serta melemparkan saya ke masa belasan tahun silam kala saya pun masih duduk di bangku SMA. Waktu tidak akan berputar balik, Ram. Bersyukur mereka sangat kooperatif saat mengisi kuesioner yang saya berikan. Untuk kalian semua (saat bertemu, saya tidak menggunakan kata kalian melainkan teman-teman) yang telah membantu saya, terima kasih banyak ya! ^^

Fakta lain yang saya jumpai saat berinteraksi dengan pihak sekolah adalah..seringkali saya berhadapan dengan para Ibu guru yang baik hati dibandingkan para Bapak guru yang, tentu juga baik hati. Bagi saya --entah mengapa-- terasa lebih mudah pula berkoordinasi dengan para Ibu tersebut dibandingkan dengan para Bapak. Apa karena saya seorang laki-laki? Ah, mungkin bukan karena itu. Istri saya mengatakan karena saya tumbuh di dunia yang didominasi oleh para perempuan, begitu banyak sosok perempuan penting dalam hidup saya, serta tidak adanya (atau mungkin ada namun kurang melekat) figur laki-laki kala saya tumbuh. Hmm..mungkin saja itu benar.

Pengambilan data..juga ada kegalibannya. Pernah saat saya ke sekolah (tidak perlu disebut apa sekolahnya, tentu saja) saya bertegur sapa, hanya mengucap terima kasih saja sebenarnya kepada seorang perempuan di bagian resepsionis sekolah. Perempuan biasa saja. Loh tapi, saat menatapnya saya jadi teringat pada sosok yang pernah saya sukai di masa lalu. Freeze! 💘Saya membeku sejenak, untuk kemudian segera meninggalkan ruangan. Oh ya dunkz, ga boleh berlama-lama kalau kaya gitu. Jih, apaan nih?

Sesampainya di rumah, ya saya sampaikan apa yang terjadi pada istriku. Hmm.. pantas ga ya cerita tentang perempuan lain di hadapan istri? Eh, maksudnya kan bukan mau apa-apa. Saya meyakini bahwa istri kita pantas mendapatkan kisah tentang kita, dari tutur kita sendiri.  Ya, katakan saja! Tidak ada yang perlu disembunyikan di antara kami. Saya sampaikan saja " Bun..tadi...." Tanggapannya sih... "Eh...Ayah ya....." Lalu ia melanjutkan bahwa cowok mah emang gitu, karena biasanya berawal dari pandangan. Segitu saya ga suka cuci mata loh ya, kan harus jaga pandangan ^^ Tapi bagi saya ya cukup sampai di situ. Ga usah diperpanjang. Lega rasanya udah cerita sama istri akan apa yang kita alami di luar 💗

Nah lalu, di mana entri datanya kah? Ya ini. Kala data telah usai (sedikit lagi sih) perjalanan panjang entri data masih berlanjut. Menuju 320 responden yang datanya kita masukkan menggunakan jari-jemari..ditemani malam. 😴

Catatan kaki: emoji hati yang saya gunakan..asa udah lama ga lihat. Yang hati tertusuk panah kayaknya suka lihat di kamar mandi umum atau coretan di tempat wisata. Malas deh. Baru kali ini mencoba menggunakannya. Ahaha...

Dahulu kala, saat baru memiliki dua anak yang usianya hanya selisih satu tahun saja, kami (saya dan istri) kerap merasa amat repot kala harus mengasuh keduanya. Wah, dua bocah itu rasanya sesuatu deh. Sering terucap seperti itu. Namun, saat itu salah seorang teman kami (Kakak kelas sih), yang sudha memiliki anak lebih dari satu juga, malah mengucapkan "Kalau punya anak mah repotnya pas anak pertama aja kok. Seterusnya mah biasa aja". Terus terang kami tidak paham apa yang dimaksud oleh beliau kala itu ^^

Akan tetapi, sekarang sih udah paham, hhe >.< Saat sekarang memiliki empat anak yang keempatnya masih berusia balita (si sulung akan melepas masa balitanya tahun ini, InsyaAllah) kami tersadar bahwa saat dulu baru punya dua anak mah ga ada apa-apanya. Semakin ke sini, kami semakin dapat menangani anak dengan lebih santai (tidak berarti pasti lebih baik juga sih..hha..). Misalnya sekarang soal gendong-menggendong sudah tidak canggung lagi, soal bergadang dengan si bayi baru..ah wayahna eta mah!, perkara urusan kebocahan kami juga sudah tidak canggung lagi karena toh semakin besar tantangannya semakin berbeda lagi (misalnya soal kelekatan dengan gawai yang kerap bikin gemas -.-'

Saya pun harus siap kala harus pergi berempat saja dengan si sulung, si nomor dua, dan si pangais bungsu. Misalnya saat kami berempat pergi ke tempat makan di suatu pusat perbelanjaan setelah mereka dari sekolah tahfidz. Maksud hati sih agar lebih mudah dan dapat menambah lauk untuk bekal yang kami bawa. Lebih mudah karena si pangais bungsu saat di sekolah tahfidz pernah dengan polosnya mengambil barang jualan (jelli dan ikan mas mungil dalam plastik) saat saya sedang sholat ashar. Jih... rusuh banget. Belum lagi saat ketiganya pergi ke arah yang berbeda. Plak!

Saat di pusat perbelanjaan...drama pertama saat mereka berebut ingin menaiki troli belanja berbentuk mobil-mobilan. Ujung-ujungnya biasanya si Kakak yang mengalah sih.. Drama kedua saat saya mengantre membeli tambahan lauk...iih...si pangais bungsu bikin gagal fokus karena ia ingin menjelajah ke sana kemari padahal saya masih mengantre. Uah! Ga tenang banget ya. Minta tolong kakaknya untuk mengawasi, mereka sedang asyik main berdua di atas troli. Drama ketiga...saat sedang makan dan tiba-tiba ada yang mau ke kamar mandi. Teng tong! Bagaimana caranya ini? Akhirnya kami berempat ke kamar mandi laki-laki yang ada urinoirnya itu. Di situlah dramanya. Saat saya mendampingi si sulung dan si anak kedua dengna urusannya...si pangais bungsu beraksi menjelajah urinor dan mengudek-udek...bagian saluran pembuangannya. Aaaaah.... di situlah saya merasa jijik 😢 Akhirnya urusan diakhiri dengan mengangkatnya dari situ dan segera mencuci tangannya dengan air dan sabun di wastafel. Fiuh!

Namun atas semua itu, kami harus bersyukur diberikan amanah keempat bocah ini oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Semoga kami diberi kesabaran dalam mendidik mereka...dan mengantarkan mereka menuju kebaikan dalam hidupnya. Amiiin....

Terus... di mana mengambil datanya? Ya diambil aja. Udah mau turun lapang kok. Gitu aja. Hah? *.*

Rasanya ada yang aneh pada blog ini. Saat membagikannya pada google plus...kayanya gambar dari templat terdahulu masih ada gitu. Jih. Bagaimana mengaturnya ya? >.<